Riset yang dilakukan oleh Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS) baru-baru ini mendapati bahwa sekitar 34,75 persen remaja putri usia 13-15 tahun di Indonesia mengaku dapat secara mudah mengakses dan mengonsumsi rokok.
“Riset yang dilakukan oleh KuIS bertujuan mendapatkan gambaran tentang persepsi dan perilaku merokok di kalangan perempuan muda di Indonesia,” kata Firman Lubis, Ketua Koalisi untuk Indonesia Sehat, di Jakarta, Minggu (1/6).
Riset itu melibatkan 3.040 responden perempuan berusia 13-25 tahun yang diambil secara acak. Dari responden itu, 50 persen di antaranya tinggal di Kota Jakarta, sementara sisanya berdomisili di desa Kabupaten Pariaman dan Bukittinggi, Sumatera Barat.
Riset itu melibatkan 3.040 responden perempuan berusia 13-25 tahun yang diambil secara acak. Dari responden itu, 50 persen di antaranya tinggal di Kota Jakarta, sementara sisanya berdomisili di desa Kabupaten Pariaman dan Bukittinggi, Sumatera Barat.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa mayoritas perempuan muda menganggap bahwa merokok itu buruk (90,82 persen), namun mereka yang perokok kebanyakan memiliki pandangan yang lebih positif tentang rokok. Sekitar 53 persen perempuan percaya bahwa merokok dapat membantu menurunkan berat badan, dan 13,68 persen percaya bahwa orang yang merokok memiliki lebih banyak teman.
Riset KuIS juga mendapati bahwa 65 persen perempuan muda Indonesia menilai bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya tidak menyetujui perilaku merokok, tapi 43,33 persen perempuan yang perokok menganggap bahwa remaja putri usia 15-25 tahun boleh merokok. Sementara itu terkait dengan keterpaparan perempuan muda Indonesia terhadap iklan rokok, sekitar 92 persen remaja putri melihat iklan rokok di televisi.
Sekitar 70 persen wanita muda juga melihat iklan rokok di poster, pentas olahraga, konser musik, dan kegiatan sosial lainnya. Sebanyak 10,22 persen perempuan usia 13-15 tahun, dan 14,53 persen perempuan usia 16-25 tahun mengaku pernah ditawari rokok secara gratis sebagai “sample”.
Sekitar 70 persen wanita muda juga melihat iklan rokok di poster, pentas olahraga, konser musik, dan kegiatan sosial lainnya. Sebanyak 10,22 persen perempuan usia 13-15 tahun, dan 14,53 persen perempuan usia 16-25 tahun mengaku pernah ditawari rokok secara gratis sebagai “sample”.
Riset KuIS mencermati bahwa pengetahuan remaja wanita tentang kebijakan pengendalian tembakau masih terbatas kepada peraturan mengenai larangan merokok di tempat-tempat umum dan ketentuan peringatan kesehatan di bungkus rokok. Sebanyak 58 persen perempuan mengaku peringatan kesehatan di bungkus rokok menyebabkan mereka sangat memikirkan dampak rokok bagi kesehatan. Dan 85,6 persen responden mendukung pemberlakuan peringatan kesehatan berupa gambar di bungkus rokok.
Sampai saat ini di Indonesia belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur upaya perlindungan anak di bahah 18 tahun dari bahaya rokok.Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2002 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan tidak mencantumkan satu pun pasal yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah umur.
Sampai saat ini di Indonesia belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur upaya perlindungan anak di bahah 18 tahun dari bahaya rokok.Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2002 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan tidak mencantumkan satu pun pasal yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah umur.
Di sisi lain, Indonesia juga merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi FTCT (Konvensi Pengendalian Tembakau). Dengan hasil riset ini, KuIS yang terdiri atas 59 organisasi tingkat nasional dan 47 koalisi di Provinsi, Kabupaten, dan Kota merekomendasikan agar pemerintah segera melarang secara total segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok di ruang publik.